JAKARTA – Keberadaan tambang ilegal di Kelurahan Sumberharjo, Prambanan, Sleman mengancam keselamatan ratusan siswa di SMP Negeri 2 Prambanan. Pasalnya, aktivitas penambangan tersebut menyebabkan jalanan di depan sekolah rusak dan berdebu, serta mengganggu proses belajar mengajar.
Juru Kampanye Jaringan Tambang (Jatam), Farhat menegaskan bahwa aktivitas penambangan yang diduga ilegal itu merupakan kejahatan lingkungan serta perbuatan yang melawan hukum. Karena menurutnya, dalam aktivitas penambangan tak boleh menggunakan fasilitas publik yang dapat mengganggu kenyamanan masyarakat sekitar.
“Apa yang terjadi di wilayah sekitar SMPN 2 Prambanan adalah kejahatan lingkungan. Berdasarkan aturan yang berlaku, perusahaan tambang sama sekali tidak diperbolehkan untuk menggunakan fasilitas publik, perusahaan tambang harusnya membangun jalan sendiri untuk aktivitas haulingnya,” kata Farhat dalam keterangannya pada Senin 26 Februari 2024.
Oleh karena itu, ia mengatakan bahwa truk pengangkut komoditas tambang yang menggunakan jalan warga untuk bongkar-muat komoditas tambang dan apalagi jika perusahaan tersebut tidak memiliki izin adalah kejahatan lingkungan.
“Itu merupakan kejahatan lingkungan dan sekaligus perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh penambang serta pemerintah,” lanjutnya.
Menurutnya, penggunaan jalan warga untuk aktivitas tambang juga akan memberikan kerugian sosial-ekonomi kepada warga. “Seperti pencemaran udara akibat peningkatan volume debu dan akan mengakibatkan permasalahan kesehatan juga warga itu sendiri,” lanjutnya.
Tidak hanya itu, Farhat menyebut jika keberadaan truk pengangkut tambang, berpotensi akan meningkatkan risiko kecelakaan bagi pengguna jalan.
Lebih lanjut, menurutnya persoalan tambang ilegal bukanlah fenomena yang baru, tapi sudah lama, terorganisir dan cenderung dibiarkan oleh negara.
“Merujuk data Kementerian ESDM, terdapat sekitar 2.700 tambang ilegal di Indonesia. Dari jumlah tersebut, 2.600 lokasi merupakan pertambangan mineral dan 96 lokasi adalah pertambangan batubara,” ujarnya.
Diketahui, sebelumnya diberitakan bahwa para siswa dan guru SMP Negeri 2 Prambanan mengeluhkan adanya aktivitas ratusan truk pengangkut tanah darj tambang ilegal yang melewati jalanan depan sekolah.
Dengan adanya aktivitas tersebut mengakibatkan jalan yang sebelumnya berupa aspal, kini hampir tak terlihat aspalnya sama sekali.
Hanya terlihat jalan tanah yang bergelombang dan membuat debu-debu berterbangan setiap kali dilalui kendaraan.
Wakil Kepala SMP Negeri 2 Prambanan, Nunun Khotimah, mengatakan kondisi itu sangat mengganggu para siswa, terutama saat jam berangkat dan pulang sekolah.
Selain jalan yang rusak, para siswa juga harus berbagi jalan dengan truk-truk besar pengangkut tanah dari tambang ilegal tersebut, yang terkadang membuat siswa terjatuh.
“Anak-anak juga mengeluh terutama yang naik sepeda, mereka mau cari jalan karena kalah dengan truk harus minggir-minggir, harus ekstra hati-hati. Kemarin juga ada yang jatuh juga karena jalan licin kalau habis hujan, tapi bukan siswa sini,” kata Nunun dikutip dari Pandangan Jogja.
Dirinya pun khawatir akan keselamatan para siswa, karena jalan yang bergelombang membuat truk-truk tersebut bergoyang saat berjalan hingga menyebabkan truk yang oleng dan jatuh ke samping.
“Takutnya kan pas ada siswa di sampingnya terus tertimpa. Jadi saya setiap hari itu was-was, gimana ini anak-anak saya,” katanya.
“Takutnya kan nanti bikin anak itu kena ispa atau apa karena setiap hari kena debu yang sangat tebal,” ujarnya.
Kepala Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan dan Energi Sumber Daya Mineral (PUP ESDM) Daerah Istimewa Yogyakarta, Anna Rina Herbranti, menegaskan bahwa tambang yang beroperasi tersebut adalah tambang ilegal.
Ia mengatakan bahwa pihak Dinas PUP ESDM DIY bersama sejumlah OPD lain juga telah mendatangi tambang tersebut,namun belum diketahui siapa pemiliknya.
“Tentunya diharapkan pihak desa atau kelurahan juga menjaga agar tidak ada truk-truk tambang ilegal tersebut lewat jalan tersebut, karena kalau tetap dilewati oleh truk-truk tersebut tetap saja jalan tersebut akan rusak atau semakin rusak karena tidak kuat menerima beban truk,” kata Anna. (*)