SAMARINDA, Maqnaia – Memasuki pertengahan tahun 2025, laju inflasi pangan di Indonesia menunjukkan tren yang fluktuatif dan menjadi perhatian serius bagi pemerintah maupun masyarakat. Setelah mengalami beberapa kali lonjakan pada semester pertama, sejumlah komoditas pangan utama diprediksi masih akan menjadi pendorong inflasi hingga akhir tahun.

Kementerian Dalam Negeri juga secara rutin menggelar rapat koordinasi dengan pemerintah daerah untuk menyinergikan langkah-langkah pengendalian inflasi. Pendekatan yang berfokus pada daerah diharapkan dapat lebih efektif mengatasi permasalahan spesifik di masing-masing wilayah.

Para ekonom memproyeksikan bahwa inflasi pangan masih akan menjadi tantangan hingga akhir 2025. Bank Indonesia dan pemerintah akan terus waspada terhadap dinamika harga, terutama menjelang akhir tahun di mana permintaan domestik secara historis kembali meningkat.

Tito Karnavian selaku Menteri Dalam Negri RI mengatakan,  sinergi yang kuat antara pemerintah pusat dan daerah, serta implementasi kebijakan yang tepat sasaran, diharapkan dapat meredam gejolak harga yang lebih ekstrem dan menjaga inflasi pangan tetap berada dalam level yang terkendali. “Masyarakat diimbau untuk tetap bijak dalam berbelanja dan tidak melakukan pembelian panik yang dapat memperkeruh stabilitas harga” ujar Tito (11/8).

Pemerintah melalui berbagai kementerian dan lembaga terkait terus berupaya keras untuk menjaga stabilitas pasokan dan harga demi melindungi daya beli masyarakat.Sepanjang tahun 2025, inflasi bahan makanan tercatat mengalami beberapa kali peningkatan signifikan.

Pada bulan Juli 2025, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa inflasi bulanan salah satunya didorong oleh kenaikan harga komoditas pangan strategis seperti beras, tomat, bawang merah, cabai rawit, dan telur ayam ras.

Tren ini sejalan dengan data yang dirilis Trading Economics yang mencatat kenaikan biaya makanan sebesar 3,75% pada Juli 2025 dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (year-on-year), sebuah percepatan dari laju inflasi bulan Juni.Beberapa bulan sebelumnya, pada Maret 2025, lonjakan harga pangan juga terjadi, terutama dipicu oleh peningkatan permintaan menjelang Hari Raya Idulfitri.

Komoditas seperti cabai merah dan cabai rawit menjadi penyumbang utama inflasi pada periode tersebut. Meskipun sempat terjadi deflasi pada Mei 2025 yang salah satunya dipengaruhi oleh penurunan harga beberapa bahan pangan pasca-Lebaran, tekanan inflasi dari sektor ini kembali terasa pada bulan-bulan berikutnya.

Sejumlah faktor diidentifikasi sebagai penyebab utama gejolak harga pangan di tahun 2025. Selain faktor musiman seperti peningkatan permintaan pada hari besar keagamaan, kondisi cuaca yang tidak menentu dan tantangan dalam rantai distribusi turut memberikan andil. Isu ketidakpastian ekonomi global juga disebut memberikan dampak tidak langsung terhadap stabilitas harga pangan di dalam negeri

.Menghadapi tantangan ini, pemerintah tidak tinggal diam. Badan Pangan Nasional (NFA) bersama Tim Pengendalian Inflasi Pusat (TPIP) dan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) telah dan akan terus menggulirkan serangkaian kebijakan intervensi.

Beberapa program utama yang dijalankan sepanjang tahun 2025 meliputi, stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP): Program ini menjadi andalan untuk menjaga harga komoditas pokok, terutama beras, di tingkat konsumen melalui operasi pasar.

Gerakan Pangan Murah (GPM): Diadakan di berbagai daerah untuk memberikan akses pangan dengan harga terjangkau bagi masyarakat.

Penyaluran Bantuan Pangan: Bantuan pangan, khususnya beras, terus didistribusikan kepada keluarga penerima manfaat untuk menjaga ketahanan pangan mereka.

Penguatan Cadangan Beras Pemerintah (CBP): Pemerintah terus memastikan ketersediaan beras yang cukup di gudang Bulog sebagai instrumen stabilisasi.

Fasilitasi Distribusi Pangan: Pemerintah berupaya memperlancar alur distribusi pangan dari sentra produksi ke daerah-daerah konsumen untuk menekan disparitas harga. (win)