Heris, Ketua Eksekutif Wilayah LMND Kaltara.

Tarakan, MAQNAIA – Sikap aparat keamanan yang mempertanyakan aksi pembakaran ban dalam demonstrasi menuai kecaman dari kalangan mahasiswa. Pernyataan tersebut dianggap ‘lebay” dan tidak relevan, apalagi di tengah situasi serius di mana tiga mahasiswa mengalami luka bakar akibat tindakan sembrono dari oknum polisi tak berseragam yang diduga jadi penyebab terbakarnya sejumlah mahasiswa saat menggelar aksi di Mako Polda Kaltara, Kamis, 17 Juli 2025 siang.

“Insiden terjadi saat seorang oknum intel berusaha merampas bensin yang dibawa peserta aksi. Dalam kekacauan itu, bensin tumpah dan menyambar api hingga membakar mahasiswa,” ujar Heris, Ketua Wilayah Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) Kaltara.

“Apa fungsi intel menyusup ke massa aksi jika justru menyebabkan kekacauan dan korban?” sambungnya.

Menurut Heris, pembakaran ban dalam aksi demonstrasi bukan tindakan anarkis, melainkan simbol aksi yang sah sebagai ekspresi kemarahan rakyat.

“Orasi saja tidak cukup. Dalam praktik gerakan massa, simbol seperti bakar ban adalah cara untuk menarik perhatian publik dan media. Kalau tidak, suara mahasiswa hanya jadi angin lalu,” ujarnya.

Heris menilai fokus aparat yang justru mempermasalahkan hal-hal teknis seperti pembakaran ban adalah bentuk pengalihan isu dan pembelokan dari substansi tuntutan.

“Kenapa aparat tidak fokus pada penyebab utama mahasiswa terbakar? Kenapa tidak mengusut oknum intel yang merampas bensin? Ini bukan hanya kelalaian, ini bentuk kekerasan struktural yang harus dipertanggungjawabkan,” tambahnya.

LMND Kalimantan Utara mengecam keras tindakan represif aparat dan mendesak agar proses hukum dilakukan terhadap oknum yang terlibat, serta menuntut adanya evaluasi total terhadap pola pengamanan aksi mahasiswa di wilayah ini.

“Jika nyawa mahasiswa dianggap murah dan simbol perjuangan dianggap ancaman, maka yang rusak bukan aksinya, tapi sistemnya,” pungkas Heris. (*)