
Ishak, S.H, Divisi Kajian Strategis dan Riset Wilayah FPS.
Sebatik, MAQNAIA – Sebatik adalah pulau kecil yang terletak di ujung utara Indonesia, berbatasan langsung dengan wilayah Malaysia. Meski kecil, secara luas Sebatik memiliki arti besar bagi bangsa ini. Ia menjadi garda depan kedaulatan negara, tempat masyarakat hidup berdampingan dengan wilayah asing, dan tetap teguh memegang identitas sebagai warga Indonesia.
Selama bertahun-tahun, masyarakat Sebatik telah menunjukkan loyalitas, semangat nasionalisme, dan ketahanan sosial yang tinggi. Tapi di tengah semua itu, Sebatik juga menyimpan kegelisahan salah satunya adalah pembangunan yang lambat, akses layanan yang jauh, dan perhatian pemerintah yang masih terbatas.
Maka dari itu, muncul satu harapan besar yang terus diperjuangkan menjadikan Sebatik sebagai Daerah Otonomi Baru (DOB). Keinginan ini bukan datang dari ambisi segelintir orang. Ini adalah suara kolektif masyarakat yang ingin wilayahnya tumbuh, berkembang, dan diperlakukan setara seperti daerah lain.
Mereka ingin negara hadir lebih dekat, tidak hanya secara simbolik, tetapi nyata dalam pelayanan dan pembangunan. Dengan menjadi DOB, Sebatik akan memiliki kewenangan sendiri untuk merencanakan pembangunan, mengatur potensi daerah, dan memberikan pelayanan publik yang lebih efektif dan efisien.
Masyarakat tidak perlu lagi menempuh perjalanan jauh ke ibu kota kabupaten hanya untuk mengurus dokumen atau akses layanan kesehatan dan pendidikan.
Gagasan pembentukan DOB bukan tanpa dasar. Negara telah mengatur hal ini secara resmi melalui Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, dan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pembentukan, Penghapusan, dan Penggabungan Daerah. Di dalamnya disebutkan bahwa pemekaran wilayah dimungkinkan jika memenuhi syarat administratif, teknis, dan fisik kewilayahan. termasuk di dalamnya adalah, Kemampuan ekonomi daerah, potensi sumber daya alam dan manusia luas wilayah, jumlah penduduk, aspek sosial budaya dan stabilitas keamanan dan pertahanan.
Meskipun saat ini pemerintah pusat masih memberlakukan moratorium DOB secara umum, dalam beberapa kasus strategis seperti daerah perbatasan, celah pembahasan tetap terbuka. Artinya, peluang tetap ada, apalagi jika aspirasi ini diperjuangkan secara legal, terstruktur, dan didukung oleh kajian akademis yang kuat.
Seperti halnya setiap gagasan besar, perjuangan DOB Sebatik tidak luput dari kritik dan keraguan. Ada yang mengatakan bahwa DOB hanya akan menambah beban administrasi dan keuangan negara. Ada juga yang khawatir munculnya konflik kepentingan di tingkat lokal, potensi ketimpangan antarwilayah, serta ancaman terhadap budaya lokal dan kelestarian lingkungan.
Kita tidak menutup mata terhadap kritik ini. Semua kekhawatiran itu sah dan layak dijawab secara jujur. Namun, kita perlu jernih melihat bahwa pembangunan memang selalu membutuhkan biaya dan proses. Jika alasan beban anggaran selalu dijadikan penghalang, maka pembangunan di wilayah tertinggal tidak akan pernah dimulai.
Beban negara bukan masalah jika manfaatnya kembali kepada rakyat. Justru tanpa DOB, masyarakat Sebatik terus menanggung beban keterlambatan, ketimpangan, dan ketidakadilan.
Soal konflik dan kepentingan politik, itu bukan hanya bisa terjadi di daerah baru, tetapi juga di daerah yang sudah lama terbentuk. Kuncinya bukan pada struktur, tetapi pada tata kelola, transparansi, dan pengawasan. Dengan partisipasi masyarakat yang kuat, hal itu bisa diminimalkan.
Kekhawatiran akan ketimpangan dan kerusakan lingkungan juga bisa ditanggapi secara positif. DOB justru bisa menciptakan sistem yang lebih dekat dengan masyarakat adat, kearifan lokal, dan nilai budaya. Pemerintah daerah baru bisa membuat aturan yang lebih sesuai dengan kondisi lokal, termasuk dalam menjaga ekosistem dan kelestarian lingkungan.
Salah satu alasan yang sering dilontarkan menolak DOB Sebatik adalah karena wilayah ini belum memiliki Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang besar, belum punya bandara, dan infrastrukturnya belum lengkap. Kita bisa balik bertanya: kalau semua itu dijadikan syarat untuk jadi DOB, kapan Sebatik akan maju ?.
Kita tidak bisa menunggu semua fasilitas dan pendapatan itu ada dulu, baru bicara pemekaran. Justru DOB adalah jembatan awal untuk menuju semua itu. Dengan menjadi daerah otonom, Sebatik akan mendapatkan anggaran sendiri, kewenangan merancang pembangunan, dan bisa mengelola potensi lokal seperti hasil laut, pertanian, perdagangan perbatasan, serta pariwisata.
Banyak daerah di Indonesia yang dulunya memulai dari nol, tapi karena diberi kesempatan, mereka bisa berkembang. Sebaliknya, banyak juga wilayah yang tidak diberi kewenangan, akhirnya terus tertinggal.
Maka, jangan jadikan ketidaksiapan sebagai alasan untuk terus menunda. Justru dengan diberi kepercayaan, Sebatik akan punya peluang untuk membuktikan diri.DOB Sebatik bukan tentang ambisi, bukan pula soal kekuasaan, tapi tentang keadilan pembangunan. Ini soal bagaimana negara hadir secara nyata di wilayah yang menjadi garda depan kedaulatan Indonesia.
Jika daerah lain bisa maju karena otonomi, maka Sebatik juga layak diberi peluang yang sama. Kita tidak sedang menuntut sesuatu yang istimewa, hanya meminta diperlakukan adil. Masyarakat Sebatik ingin membangun daerahnya sendiri, dengan cara yang bermartabat, berdasarkan hukum, dan penuh semangat gotong royong.
Harapan ini bukan untuk hari ini saja, tapi untuk masa depan anak-anak Sebatik yang berhak tumbuh di daerah yang maju dan mandiri. Kita percaya, jika niat baik dibarengi kerja keras, doa, dan dukungan masyarakat, maka perjuangan ini akan sampai pada tujuannya.
Karena pada akhirnya, negara yang kuat adalah negara yang adil, yang membangun dari pinggiran, dan memberi peluang bagi setiap jengkal tanahnya untuk berkembang. (OPINI)