
MALINAU, Maqnaia – Pada tanggal keramat, 13 september 2025 pukul 22.00 di sebuah rumah milik warga Malinau, di Jl. Raja Alam Desa Malinau Kota, telah dilaksanakan pertemuan dalam rangka pembentukan suatu organisasi masyarakat adat yang menghimpun seluruh masyarakat suku asli Kalimantan Utara. Acara ini dihadiri oleh pejuang masyarakat adat pedalaman (Kenyah, Lundayeh, Belusu, Kayan, Tahol, Tenggalan, Agabag, Abai, Merap, Punan, dll) dan pesisir (Bulungan dan Tidung).
Setelah pembahasan yang cukup panjang dan partisipatif, pertemuan ini menghasilkan kesepakatan berupa terbentuknya organisasi bernama PERSATUAN ADAT DAERAH KALIMANTAN UTARA (PERSADAKU) dengan semboyan “Gerakan Satu Jiwa”. Adapun visi dari organisasi ini adalah “Menjaga wilayah adat, kelestarian sejarah dan budaya masyarakat adat Kalimantan Utara)”.
Misi yang akan diemban untuk mewujudkan visi mulia tersebut antara lain: melindungi masyarakat adat, memajukan kesejahteraan masyarakat adat daerah Kalimantan Utara, mencerdaskan kehidupannya, melaksanakan berbagai kegiatan pelestarian wilayah, sejarah dan budaya masyarakat adat daerah Kalimantan Utara.
Selain pemilihan nama dan penyusunan Visi dan Misi, dilakukan juga pemilihan pengurus Dewan Pimpinan Pusat Organisasi dengan susunan inti sebagai berikut: Sdr. Mafri Edi Sumantri (Ketua Umum), Haris (Wakil Ketua I), Joko Supriyadi (Wakil Ketua II), Lato Agus Kristian (Sekretaris Umum/Sekjen), Aris Wahyudi (Wakil Sekjen I), Getrin (Bendahara Umum), Riko Fernando (Wakil Bendahara I).
Para pemangku jabatan dalam kepengurusan ini dipilih oleh peserta rapat secara aklamasi berdasarkan ketokohan, pengalaman dalam berbagai organisasi dan pertimbangan lainnya. Struktur kepengurusan lainnya akan dilengkapi kemudian.
PERSADAKU (Persatuan Adat Daerah Kalimantan Utara) dibentuk dengan semangat menjunjung tinggi prinsip “di mana kaki berpijak, di situ langit dijunjung”. Prinsip ini menekankan pentingnya memahami dan menghormati kearifan lokal serta budaya yang ada di Kalimantan Utara.
Dengan DPP (Dewan Pimpinan Pusat) yang berkantor pusat di Malinau, Kalimantan Utara, PERSADAKU menunjukkan komitmennya untuk:
1. Mengutamakan kepentingan lokal: PERSADAKU dapat lebih memahami dan mengutamakan kepentingan masyarakat adat di daerah tersebut;
2. Mengurangi ketergantungan: Dengan tidak bergantung pada DPP di luar Kalimantan Utara, PERSADAKU dapat lebih mandiri dan efektif dalam menjalankan program dan kegiatannya.
Pembentukan organisasi PERSADAKU merupakan jawaban atas keresahan bersama yang dirasakan oleh para pejuang masyarakat adat. Sebagaimana kita ketahui, Kalimantan Utara dianugerahi sumber daya alam yang berlimpah dan modal sosial (social capital) yang besar berupa warisan sejarah dan keragaman budaya (cultural and historical heritage).
Warisan sejarah dan budaya mencakup warisan berwujud (misalnya, bangunan, artefak, lanskap) dan tak berwujud (misalnya, tradisi, bahasa, cerita rakyat) suatu masyarakat, yang diwariskan dari generasi sebelumnya dan memiliki nilai-nilai budaya, sosial, simbolis, dan historis yang signifikan.
Warisan ini krusial bagi identitas, pendidikan, dan pembangunan berkelanjutan, memupuk rasa kebersamaan dan saling menghormati, sekaligus menghadapi ancaman seperti konflik dan perubahan iklim, yang memerlukan upaya pelestarian melalui perjanjian internasional seperti Konvensi Warisan Dunia UNESCO.
Harapannya kekayaan sumber daya alam, sejarah dan budaya tersebut dapat menjadi modal dalam mewujudkan masyarakat adat yang berdikari secara ekonomi, berdaulat secara politik dan berkpribadian dalam budaya sebagaimana cita-cita Tri Sakti para pendiri republik Indonesia ini. Berdaulat di Bidang Politik maksudnya masyarakat adat harus memiliki kemandirian dalam menentukan kebijakan politiknya sendiri, tidak bergantung pada kuasa modal (Dominasi).
Berdikari di Bidang Ekonomi maksudnya masyarakat adat harus mampu memenuhi kebutuhan ekonominya sendiri tanpa bergantung pada bantuan atau campur tangan kuasa modal yang dapat menimbulkan ketidakadilan (Eksploitasi).
Berkepribadian dalam Kebudayaan maksudnya masyarakat adat harus mampu mengembangkan dan mempertahankan identitas budayanya yang unik, tidak terpengaruh oleh budaya asing (Hegemoni).
Namun kenyataannya, pembangunan di Kaltara masih belum merata dan kelestarian sejarah dan budaya semakin terancam oleh ekspansi modal korporasi yang gencar menguasai ruang hidup masyarakat adat.
Akibatnya, selama 80 tahun Indonesia merdeka dan 25 tahun otonomi daerah diberlakukan setengah hati di wilayah ini dan 12 tahun pemekaran Kalimantan Utara, masyarakat adat mengalami berbagai ketidakadilan sosial: secara politik mereka didominasi, secara ekonomi mereka dieksploitasi dan secara budaya mereka dihegemoni.
Berbagai konflik agraria, bencana lingkungan akibat korporasi, ketegangan sosial akibat kebijakan pemerintah yang tidak bijak, tenaga kerja lokal dan pengusaha lokal yang termarjinalkan dan berbagai masalah lainnya silih berganti menghantam masyarakat adat di seluruh Kabupaten/Kota se-Kalimantan Utara.
Kenyataan yang tidak sesuai dengan harapan inilah yang menimbulkan keresahan bagi para pejuang masyarakat adat dan menimbulkan keinginan bersama untuk membentuk suatu organisasi untuk menjawabnya.
Menurut sejarahnya, sejak tahun 1950an para pejuang adat di wilayah ini sudah memprediksi berbagai permasalahan yang akan muncul pasca bergabungnya Kesultanan Bulungan dengan NKRI.
Saat itu mereka berhasil membentuk suatu organisasi lokal dengan nama Persatuan Anak Daerah (PERSADA) dan memperjuangkan berbagai hal untuk masyarakat adat Kaltara. Berdasarkan sejarah ini pula PERSADAKU dibentuk untuk melanjutkan semangat dan perjuangan para pendahulu.
Persada sendiri artinya Tanah Air, sehingga PERSADAKU bermakna Tanah Airku, suatu penamaan yang sangat relevan dengan perjuangan masyarakat adat. Para pendahulu telah meletakkan pondasinya, kita lah yang akan melanjutkan hingga tuntas. Bagi para pejuang asat yang ingin bergabung dapat menghubungi narahubung ini: 085348912951 (Joko).